Sabtu, 15 Oktober 2011

Christine dan Keyakinanku

(cerpen ni gw kirim bwt lomba menulis cerpen di sebuah tabloid di tahun 2009)
ini cerita tentang aku. Aku yang tak pernah menyangka akan di takdirkan menjalani hidup seperti ini. Bahwa aku pernah menyayangi seorang gadis yang bukan dari imanku.

Namaku Ilham, putra seorang ustadz yang belum lama ini sering dipanggil beberapa stasiun televisi untuk memberikan tausiyah.

Di lingkungan tempat tinggalku, ada sebuah keluarga Kristen Katolik yang mempunyai seorang anak perempuan, namanya Christine. Aku dan Christine bersahabat, sejak kami masih SD. Entah mengapa, berteman dengan Christine membuat aku lebih nyaman di bandingkan dengan yang lain.

Awalnya orang tuaku tidak melarang aku berteman dengan Christine. Tapi, saat aku kelas 2 SMP, ummi dan abi sempat menegurku. Dengan sabar aku menjelaskan pada mereka bahwa kami hanya berteman. Akhirnya mereka mengerti. Lalu ummi berpesan jangan sampai lebih dari teman. Abi juga berpesan agar jangan lupa shalat, memohon petunjuk dari Allah agar selalu berada dalam lindunganNya.

Aku sangat mengerti perasaan orang tuaku. Dan Insya Allah, aku akan selalu mengingatnya.

Apa yang terjadi padaku, pun dialami Christine. Ia sempat dimarahi papanya karena akrab denganku. Bahkan jika aku kerumahnya untuk mengerjakan PR bersama, papa Christine selalu bersikap dingin padaku. Tapi lama kelamaan, sikap papa Christine berubah, setelah melihat itikad baikku. Kami bersahabat hingga kelas 3 SMA. Pada saat itu, entah mengapa aku mulai sadar, kekagumanku pada Christine berbeda, setelah 9 tahun lamanya. Sebagai laki-laki, aku sadar bahwa aku menyayanginya. Tapi aku segera beristighfar,dan teringat pesan ummi dan abi, kalau kami tak boleh lebih dari sahabat.

Pada suatu malam, aku bertemu dengan Christine di jalan. Waktu itu aku baru pulang dari Masjid, sedangkan Christine pulang dari kebaktian di Gereja. Lalu kami pulang bersama. Sepanjang jalan, orang-orang menatap kami keheranan. Aku yang mengenakan pakaian koko, peci, dan sajadah yang tersampir di pundak, sedang berjalan bersama dengan gadis yang membawa injil dan mengenakan kalung salib di lehernya. Tapi biarlah, toh mereka tidak menunjukkan 100% keheranan mereka pada kami. Selama di jalan, kami membahas tentang tugas-tugas yang diberikan guru di sekolah.

Aku juga ingat, saat Ramadhan 4 tahun lalu ia mengajakku berbuka puasa di sebuah restoran. Begitu tulusnya ia memuji kesabaranku menahan nafsu selama puasa. Lalu saat Idul Fitri, Christine dan keluarganya mengunjungi rumahku untuk bersilaturahmi. Sungguh bahagianya aku, dan menambah kekagumanku padanya.
Sampai hari itu tiba. Saat perpisahan SMA, Christine mengungkapkan perasaannya padaku. Ia mengakui secara jujur ketertarikannya padaku. Aku merasa senang sekali, karena aku juga menyukainya.
Singkatnya, kami berdua 'jadian'. Tiba-tiba aku ingat sesuatu.Ya Allah, aku melanggar nasehat ummi dan abi. Tapi kupikir, semua akan baik-baik saja kalau kedua orang tua kami tidak tahu. Bahasa kerennya sih, backstreet.

Jadilah kami backstreet dari orang tua. Selama kuliah kami terus bersama. Aku semakin menyayangi Christine, begitu pula dia. Yang membuatku segan, ia selalu mengingatkanku waktu shalat, walaupun aku tak pernah melupakannya. Dan aku pun terkadang mengantarnya ke Gereja, sebagai timbal balik perhatiannya padaku.

Hari demi hari berlalu. Tak terasa kebersamaan kami sudah 6 tahun lamanya. Dan ummi abbi, serta papa-mama Christine tak mengetahui hubungan kami.
Suatu hari saat sedang bersama Christine, aku mengutarakan kegundahanku, serta ummi-abi ku. Aku mengajak Christine untuk ikut bersamaku memeluk keyakinanku. Dia terkejut. Aku sangat mengerti reaksinya itu. Aku memberinya waktu untuk berpikir. Selama penantian itu, aku terus memohon pada Allah agar Christine diberikan hidayahNya, serta terbuka hatinya untuk memeluk Islam.

2 hari kemudian Christine memberiku jawaban. Aku harap jawaban Christine seperti yang aku harapkan. Karena kurasa itu yang terbaik. Tapi, apa yang jadi pilihan Christine sama sekali jauh dari harapan. Ia bilang, ia sudah jatuh hati pada Tuhannya. Dan tak ada seorangpun yang mampu mengusiknya. Termasuk aku. Sekalipun aku adalah orang yang dicintainya. Mendengar itu, tentu aku shock. Tapi aku berusaha tenang. Akhirnya dengan bijak aku berusaha untuk menerima keputusannya. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk berpisah, menyudahi yang telah dijalani selama 6 tahun lamanya. Sejak itu aku benar-benar kehilangan Christine. Meski jauh dalam hati, aku tetap menyayanginya. Hingga beberapa bulan lalu ummi bercerita padaku bahwa Christine kini menjadi biarawati di sebuah boarding school.

Biarlah, Christine mencari bahagianya sendiri, asal aku juga tak kehilangan kasihNya...

(selesai)

Kamis, 06 Oktober 2011

homoseksual? ini bukan penyakit, teman"... :)

maaf yah, ini gw copas dari fb gw. ga ada maksud apa-apa sih, cuma pengen share ajah... hihiw,
dan sekali lagi saya mohon maaf kalo ada temen" sekalian yang agak kurang berkenan ngeliat judul diatas karena konotasinya. Nggak ada maksud apa" kok, gw cuma mau nulis sedikit aja apa yang ada di pikiran gw tentang homoseksual.

Hm, kalo ngeliat realitanya, di hadapan gw nggak hanya 1/2 pasang yang ketauan kalo dia tuh homoseksual (kayaknya biar lebih singkat dan mudah dibaca, kata 'homoseksual' kita singkat jadi 'hs'). Ditambah lagi, berdasarkan pengalaman gw punya temen yang emang hs,

Sebenernya sindrom hs ini udah mendunia. Seperti yang kita tau, satu negara di salah satu belahan dunia sana bahkan menghalalkan praktek per-hs-an. Bagi mereka mungkin itu biasa. Tapi kayaknya budaya hs buat orang kita, termasuk gw, masih dianggap diluar kewajaran. Nggak sesuai dengan adat ketimuran yang selama ini dijunjung tinggi sudah sejak zaman nenek moyang kita masih jadi pelaut.. :p

Waktu awal pertama" gw liat yang namanya cowok gandengan sama cowok, cowok rangkulan sama cowok, ato sebaliknya, gw merasa kayak ada sesuatu yang salah di mata gw. Ngeganjel gitu. Gw heran setengah mampus kenapa itu bisa terjadi. Dan gak taunya, malah salah satu temen gw sendiri hs. Omigooood..
Jujur waktu itu gw jadi agak takut. Gw takut kalo gw dalam masalah karena gw bertemen dengan orang yang salah. Karena konotasi hs tuh bener" jelek banget. Yang ga normal lah, yang ga bener lah, yang icik" lah.. Wah, macem" deh.

Sejak gw tau temen gw kayak gitu, gw berusaha buat tetep temenan sama dia, anggep nggak terjadi apa". Gw percaya kalo gw bisa jaga diri gw dari pengaruh negatif itu. Gw coba buat deketin mereka dari hati ke hati. Gw pengen tau alesannya apa sih sampe dia bisa hs. Eh, lama tuh gw cari kesempatan buat nanya" ke temen gw. Pelan" biar ga salah paham. Iyalah, nanti salah" gw dikira mau ceramahin dia. Tapi semakin lama, kok gw malah ga dapet kesempatan ya? Yah, akhirnya gw cuma bisa diem aja. Seiring berjalannya waktu, gw maen bareng kesana-kesini, jalan kesana-kesini, dan selama itu pula terbuka mata gw kalo hs itu udah merajalela. Ya Allah, cape deeeh... Ini katanya kota metropolitan, zaman modern pula, tapi kok kelakuannya kayak zaman jahiliyah aja.. Dimana waktu itu gw liat yang cowok sama cowok, trus yang cewek renteng"an, gandeng"an sam cewek juga. Beda deh kalo ngeliat cewek" pada umumnya. Disitu keliatan banget kalo mereka itu nggak cuma temen biasa. Kebebasan yang terlalu di salahgunakan. Saya cuma bisa geleng" kepala.

Dan parahnya lagi, gw baru tau, ternyata temen gw buanyak yang hs ! Astaghfirullah.

Betapa di mata gw kerusakan akhlak manusia udah keliatan jelas. Oiya, karena gw nggak enak hati buat 'interogasi' temen" gw, akhirnya gw analisis sendiri, dan hasilnya : hs itu sama sekali bukan penyakit seperti kebanyakan orang" bilang ! Kenapa gw bilang gitu? Karena dari kebanyakan temen" gw yang hs tuh kurang perhatian dari ortu, atau mereka kehilangan sosok salah satu ortunya. Misalnya, seorang cowok jadi hs karena di rumah dia kehilangan sosok ayah yang mestinya ngasih motivasi dan perhatian lebih buat anak cowoknya. Entah karena ayahnya terlalu sibuk di luar rumah atau memang ia nggak punya ayah. Gitu juga buat cewek. Ada juga sih faktor lain, faktor ekonomi misalnya (entah kenapa gw ga habis pikir sama mereka yang hanya karena faktor ekonomi memilih jalan ini). Ada juga yang ga tau kenapa mereka bisa hs, dan mereka nganggep kalo mereka begini 'udah dari sana-Nya'. Maksudnya mereka ngerasa kalo Tuhan menciptaka meraka dengan keadaan yang kayak gitu (hm, apa iya ya?). Atau kemungkinan terakhir, karena mereka yang terbawa arus pergaulan kaum hs. Waduh, kalo gitu gw ada kemungkinan... Nggak ! Ya Astaghfirullah.

Kalo udah gitu, siapa yang salah? Apakah pelaku hs nya? Orangtuanya? atau orang lewat? Lho?!
Pasti temen" akan langsung berpikiran kalo si hs nya itulah yang salah. Ya kaan?!

Kalo temen" beranggapan gitu, coba deh kita renungin ulang. Temen" kan udah tau alasan kenapa mereka bisa jadi hs. mereka kayak gitu kan sebenernya hanya pelampiasan atas apa yang ia nggak dapet aja. Saya sangat prihatin sekali. Udah mereka putus asa sama keadaan, eh orang" sekitarnya tambah merendahkan mereka. Yaa, jadi salah siapa dong?

Menurut gw, ya salah kita. Kita sebagai orang yang kenal mereka bukannya ngingetin, negur & ngajak ke arah yang lebih baik, malah ngejauhin dan ngucilin mereka. dengan begitu, apakah kita lebih baik dari mereka? Kita hanya bisa nge-judge tanpa bisa nolong/kasih solusi buat masalah mereka. Kita-kah teman yang baik itu?!

Aduh", maaf ya. Gw ga bermaksud nyalahin temen" semua. Karena dalam kenyataannya, gw juga gagal jadi temen yang baik buat si temen gw yang hs itu. Gw gagal bikin dia sadar kalo yang dilakuinnya itu nggak tepat. Tapi gw optimis, kalo suatu saat nanti gw akan bener" jadi temen yang baik buat mereka. Temen yang bisa nyadarin mereka. Pelan" tapi pasti. Amin.

hihi, maap yak kepanjangan.